ATBERITA, JAKARTA,- Terjadinya demo besar oleh ribuan pengemudi taksi dan angkutan umum kota hari ini merupakan buntut dari demo pekan lalu. Terjadinya aksi yang masif ini merupakan reaksi dari maraknya pengemudi taksi berbasis online.
Menurut beberapa pengemudi taksi resmi, pendapatan mereka kian hari kian menurun dikarenakan pelanggan mereka diambil oleh taksi berbasis online.
Dan tak sedikit pengemudi taksi resmi yang berangsur mengundurkan diri dari profesinya karena alasan ditambah dari itu mereka tidak mendapatkan upah yang sesuai padahal mereka sudah bekerja dalam waktu yang sangat lama.
Dari hasil wawancara saya dengan seorang mantan pengemudi taksi resmi yang kini telah menjadi pengemudi Grab Car. Menurut beliau menjadi pengemudi Grab Car jauh lebih banyak pendapatannya dibandingkan dengan menjadi pengemudi taksi resmi.
Jika menjadi pengemudi taksi resmi hanya mendapatkan gaji bulanan yang tidak lebih dari 3 juta rupiah dengan bonus harian yang jika di kumpulkan tidak lebih dari 2 juta maka pendapatan ia sebagai pengemudi Grab Taxi bisa mencapai 500 ribu perhari, ditambah bonus yang menjanjikan dari Grab Taxi itu sendiri.
Beliau yang bersama 50 temannya keluar dari perusahaan taksi resmi berpendapat bahwa maraknya taksi online menjadikan pengemudi taksi keluar dari perusahaan taksi dan memilih bekerja menjadi pengemudi taksi online, selain waktu fleksibel, gaji pun dapat diatur sendiri.
Kegelisahan pengemudi ini pastinya dialami juga oleh para CEO perusahaan taksi-taksi resmi itu. Kegelisahan mengenai berkurangnya pengemudi, kegelisahan hilangnya pelanggan dan kegelisahan masa depan perusahaan.
Permasalahan diatas membawa saya pada beberapa pertanyaan, diantaranya, mengapa pengemudi-pengemudi taksi resmi banyak yang mundur dari profesinya?
Mengapa mereka lebih memilih menjadi pengemudi taksi online ketimbang bertahan pada profesinya dan mendemo perusahaan taksi online?
Siapakah yang memobilisasi para pengemdi taksi resmi untuk berdemo?
Dan pertanyaan paling inti adalah mengapa para CEO Taksi Resmi kebakaran jenggot dan menuntut dibubarkannya Taksi berbasis aplikasi disaat Taksi berbasis aplikasi ini sedang marak-maraknya (jayanya -red) serta membawa undang-undang sebagai dasar hukum mereka, mengapa mereka tidak menuntut Taksi berbasis aplikasi itu dari sejak awal keberadaan mereka?
Jawaban yang saya pikirkan dari pertanyaan-pertanyaan diatas adalah demikian :
Mundurnya taksi resmi dari profesinya dikarenakan kehilangan pelanggan dan kurangnya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan mereka. Maka mereka memilih jalan lain yang lebih menguntungkan.
Mereka pun keluar dari perusahaan itu dikarenkan mereka berpikir lebih berani dalam memilih jalan yang terbaik untuk mendapatkan rizki yang berlimpah. Dan bonus yang mereka dapatkan pun lebih berlimpah.
Kini mantan pengemudi taksi resmi tersebut berani mengambil langkah untuk menyicil mobil sendiri dan mobil ini ia gunakan sebagai Grab Car.
Pada dasarnya para pengemudi memang memiliki keresahan akan nasib mereka akan tetapi pastilah ada yang memobilisasi mereka untuk berdemo. Karena dengan hitungan matematis seorang pengemudi taksi, ia akan jauh lebih menghasilkan ketika ia menaikkan penumpang ketimbang mengikuti aksi. Tetapi karena ada yang memobilisasi akhirnya mereka tidak khawatir dengan upah mereka karena sudah dijamin oleh yang memobilisasi.
Mobilisasi masa datangnya dari orang yang berada satu tingkat diatas orang yang dimobilisasi, oleh karena itu pembaca dapat menyimpulkan sendiri kira-kira siapa yang memobilisasi para pengemudi Taksi resmi tersebut.
dan jawaban untuk pertanyaan terakhir, adalah sederhana. Seluruh kekhawatiran itu dilandasi oleh kekhawatiran hilangnya pemasukan dari para pelanggan jadi kesimpulan saya adalah keresahan itu bukanlah karena tidak adanya regulasi yang mengatur Taksi Online, tapi karena Taksi Online dapat melaju dan memanjakan pelanggan serta memberi lebih kepada pelanggan, sedangkan Taksi Resmi tidak dapt melakukan itu.
Janganlah membawa undang-undang hanya karena kau kalah atau merugi, tapi bawalah undang-undang dari pertama kali kau melihat penyimpangan. karena undang-undang bukanlah komoditas yang dapat diperjual belikan disaat yang kau inginkan.
(Ib/opini)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Write comments